PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau umum dipersingkat menjadi PLN, ialah sebuah tubuh usaha punya negara Indonesia yang beroperasi di sektor ketenagalistrikan. Pemerintahan Indonesia menggenggam sebagian besar saham perusahaan ini lewat Danantara.
Untuk memberikan dukungan aktivitas usahanya, sampai tahun akhir 2021, perusahaan ini mengurus beberapa pembangkit listrik dengan keseluruhan kemampuan dipasang capai 64.553 MW.[3]
Perusahaan ini mengawali sejarahnya di tahun 1909 saat N.V. Handelsvennootschap voorheen Bermaintz dan Co. yang berkantor pusat sah di Amsterdam, Belanda tetapi berkantor pusat di Surabaya, membangun “Algemeene Nederlandsch-Indische Electriciteits-Maatschappij’ (ANIEM) di Surabaya untuk menjalankan bisnis di bagian ketenagalistrikan. Di tahun 1942, Belanda berserah ke Jepang, hingga beberapa perusahaan ketenagalistrikan yang waktu itu ada di Hindia Belanda juga diambil pindah oleh pasukan Jepang.
Masalah ketenagalistrikan di seantero Jawa lantas diatasi oleh sebuah instansi yang dinamakan Djawa Denki Djigjo Kosja (ジャワ電気事業公社). Nama instansi itu selanjutnya diganti menjadi Djawa Denki Djigjo Sja (ジャワ電気事業社) dan menjadi cabang dari Hosjoden Kabusiki Kaisja (日本発送電株式会社) yang berkantor pusat di Tokyo. Instansi itu mengepalai tiga instansi, yaitu Satu ibu Djawa Denki Djigjo Sja (西部ジャワ電気事業社) yang berkantor pusat di Jakarta, Tjiobu Djawa Denki Djigjo Sja (中部ジャワ電気事業社) yang berkantor pusat di Semarang, dan Tobu Djawa Denki Djigjo Sja yang berkantor pusat di Surabaya. Tiga instansi itu masing-masing tangani masalah ketenagalistrikan di Jawa Barat, Jawa tengah, dan Jawa Timur.
PLTA Bengkok di Bandung
Sesudah Jepang berserah ke Sekutu dan Indonesia merdeka, di tanggal 27 Oktober 1945, pemerintahan Indonesia juga membuat Djawatan Listrik dan Gas Bumi di bawah Kementerian Tugas Umum dan Tenaga untuk mengurus ketenagalistrikan dan gas bumi di Indonesia. Waktu itu, kemampuan pembangkit listrik yang diatur oleh jabatan itu baru sejumlah 157,5 MW. Tapi, pengendalian itu tidak berjalan mulus, karena status pemilikan dari pembangkit-pembangkit listrik yang terdapat waktu itu belumlah jelas dan karena kurangnya pengalaman pemerintahan di bagian ketenagalistrikan. Beberapa pembangkit listrik rusak kronis karena tidak diatur baik sepanjang wargaan Jepang. Di tahun 1953, pemerintahan juga sah menasionalisasi semua perusahaan ketenagalistrikan dan gas yang terdapat di Indonesia, termasuk ANIEM dan GEBEO.[4][5]
1961 – saat ini
Di tanggal 1 Januari 1961, pemerintahan menyatukan Jabatan Listrik dan Gas dan semua perusahaan ketenagalistrikan yang sudah dinasionalisasi ke Tubuh Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU PLN).[6] Di tanggal 1 Januari 1965, usaha gas dari BPU PLN jadi modal untuk membangun sebuah perusahaan negara (PN) bernama PN Perusahaan Gas Negara, sedangkan usaha ketenagalistrikan dari BPU PLN jadi modal untuk membangun perusahaan ini bernama PN Perusahaan Listrik Negara.[7] Waktu itu, kemampuan pembangkit listrik yang diatur oleh perusahaan ini baru sejumlah 300 MW. Di tahun 1972, status perusahaan ini diganti menjadi perusahaan umum (Perum).[8] Di bulan Juli 1994, status perusahaan ini diganti lagi menjadi persero.[9]
Di tahun 2011, pemerintahan memberikan sebagian besar saham PT Pelayaran Bahtera Adhiguna ke perusahaan ini.[10] Di tahun 2013, perusahaan ini mulai memakai CNG untuk gantikan BBM sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik pemikul beban pucuk. Di tahun 2014, untuk pertamanya kali, perusahaan ini masuk dalam perincian Fortune 500. Di tahun 2015, perusahaan ini mulai membuat PLTU berteknologi ultra super critical dengan kemampuan dipasang sejumlah 2.000 MW di Tangkai, Jawa tengah lewat pola kerja sama pemerintahan swasta. Di tahun 2019, perusahaan ini mulai buka SPKLU untuk memberikan dukungan operasionalisasi kendaraan listrik di Indonesia.
Di bulan Mei 2021, pemerintahan memberikan sebagian besar saham PT Energy Manajemen Indonesia ke perusahaan ini.[11] Di bulan Agustus 2021, perusahaan ini mengakuisisi PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara yang dibangun untuk penuhi keperluan listrik dan uap di Block Rokan.[3][12] Di bulan September 2022, untuk sederhanakan usahanya, PLN sah mengeluarkan empat subholding, yaitu PLN Energi Primer Indonesia untuk menjalankan bisnis di bagian penyediaan bahan bakar pembangkit listrik, PLN Ikon Plus untuk menjalankan bisnis di bagian non-ketenagalistrikan, dan PLN Indonesia Power dan PLN Nusantara Power untuk menjalankan bisnis di bagian pembangkitan listrik.[13]
Di bulan Maret 2025, pemerintahan memberikan sebagian besar saham perusahaan ini ke Agen Kategorisasi Indonesia, sebagai sisi dari usaha untuk membuat holding operasional di intern Danantara.[14]